Penilai Sebagai Profesi I

Jika selama ini kita mengenal penilai sebagai predikat yang umum untuk siapa pun yang melakukan proses penilaian, maka asumsi tersebut harus mulai berubah. Secara profesional, penilai atau penilai publik ternyata merujuk pada seseorang yang memiliki kualifikasi, kemampuan, dan pengalaman, yang sehari-hari melakukan praktek kegiatan penilaian sesuai dengan bidang dan keahlian yang dimiliki (Standar Penilaian Indonesia).

Adapun, menurut Peraturan Menteri Keuangan No. 125/PMK.01/2008), penilai publik adalah seseorang yang telah mendapat izin Menteri Keuangan untuk memberikan jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan di bidang kekayaan Negara dan Lelang. Namun secara sederhananya, penilai sebagai profesi biasa dikenal sebagai seseorang dengan dengan pengetahuannya melakukan proses penilaian terhadap suatu aset.

Jika kita asing dengan penilai sebagai profesi, mungkin kita pernah mendengar kata taksasi atau appraisal. Jika kata-kata tersebut terdengar lebih akrab di telinga Anda, maka itulah pekerjaan yang dijalankan oleh seorang penilai.

Penilai sendiri memiliki asosiasi resmi di bawah bimbingan Kementrian Keuangan. Asosiasinya bernama MAPPI yang merupakan kepanjangan dari Masyarakat Profesi Penilai Indonesia. Adapun dalam satuan kerja mereka memiliki wadah berupa badan usaha yang bernama Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP).

Dalam membentuk KJPP, para penilai terbagi menjadi dua kelompok. Ada yang merupakan penilai perorangan seperti KJPP Gunawan, ada pula yang berafiliasi atau gabungan dari dua atau lebih penilai semisal, KJPP Toha, Okky, Heru dan Rekan, KJPP Agus Firdaus & Rekan atau KJPP Toto Suharto dan Rekan.

Untuk mendirikan sebuah KJPP seorang penilai harus mendapat izin pendirian dari Kementrian Keuangan. Jauh sebelum itu, kompetensi seorang penilai harus teruji melalui pengalaman dan jenjang pendidikan yang cukup panjang dan tersertifikasi.

Untuk menjadi penilai, seseorang harus melalui tahapan pendidikan yang diatur secara resmi oleh MAPPI. Alurnya sendiri adalah PDP I (Pendidikan Dasar Penilai I), PDP II, PLT I (Pendidikan Lanjutan Tingkat I), PLT II. Selain itu masih ada ketentuan yang harus dipenuhi dan diatur oleh asosiasi dalam rangka meningkatkan atau menjaga kompetensi para penilai.

Dari rangkaian tahap yang cukup panjang, jelas, penilai sebagai profesi disiapkan untuk menjadi seorang yang benar-benar kompeten, mampu, dan profesiaonal dalam menjalankan kegiatan penilaian.

Lantas, apa urgensi seoarang penilai sehingga harus melalui proses pendidikan yang cukup panjang? Hal tersebut terkait dengan hasil penilain yang mereka hasilkan dan penggunaan hasil penilaian tersebut.

Hasil penilaian yang biasanya dituangkan dalam bentuk laporan adalah acuan yang akan digunakan oleh pihak yang berkepentingan seperti, bank untuk menentukan jumlah pinjaman nasabah, badan lelang guna menentukan nilai aset yang akan dilelang, atau pihak-pihak lain yang butuh nilai aset sebagai acuan berbagai urusannya semisal terkait laporan harta kekayaan, penentuan pajak, atau inventarisasi perusahaan.

Terbayang jika penilaian dilakukan asal-asalan tanpa dasar pengetahuan jelas dan teruji oleh pengalaman. Bank bisa banyak tertipu nasabah, lelang aset berpotensi rugi, atau negara dibodohi dalam penerimaan pajak karena semua nilai aset dibuat di bawah pasaran.

Sisi lain yang tak kalah menarik adalah potensi bentrok antar kepentingan dalam proses penilaian. Kagiatan penilaian sangat erat dengan sejumlah rupiah yang dihasilkan setelah nilai aset diketahui. Bisa itu pinjaman yang cair atau pajak yang harus dibayarkan.

Di sinalah tantangan besar yang kerap menerpa para penilai. Mereka akan didatangi dan disodori sejumlah rupaiah untuk memulusan hasrat tamak pihak yang hendak mengambil untung dari penilaian aset yang diselewengkan.

Karenanya, penilai profesiaonal harus taat dan tunduk pada Standar Penilaian Indonesia (SPI), Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI), dan yang pasti Tuhan Yang Maha Esa!

Penulis Adalah Penilai Internal di Salah Satu Bank Swasta

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ketawa Karir

"Teu Nanaon Ngan Nanaonan?" Mencoba menyelami Celotehan Ustad Evie Effendi

Prinsip-Prinsip Penilaian Aset / Properti