Father and Son
Gemericik hujan terdengar seiring kembalinya ku terjaga dari
tidur yang memang tak direncanakan sebelumnya. Sekedar meluluskan pinta anakku
untuk menemaninya menjelang tidur, namun berakhir dengan Sang Ayah yang
tertidur duluan. Sempurna!
Cuaca seperti ini ditambah heningnya malam, bagiku, adalah saat
yang tepat untuk merenung. Itu pun jika tak dicampur dengan perut keroncongan
atau alarm alami yang meminta masuk ke kamar mandi, tentunya.
Ya, inilah waktu yang cocok
untuk merefleksikan hal-hal menarik, kalau tak perlu disebut
"musingkeun", sekaligus kembali menguji teorinya socrates yang
berbunyi, "Aku bertanya maka aku ada." Tapi sudahlah, saya lagi tak
tertarik untuk merangsang naiknya asam lambung dan sementara milih senyumin
saja, semoga semua koprok pada waktunya. Cheese... :-)
:Alih-alih ngundang kerutan dahi, mending kita mikir yang ringan dan lebih diterima umum saja dengan harap sisa melek ini bisa lebih manfaat.
:Alih-alih ngundang kerutan dahi, mending kita mikir yang ringan dan lebih diterima umum saja dengan harap sisa melek ini bisa lebih manfaat.
Ceritanya berawal dari perubahan perilaku anakku di beberapa hari belakangan
ini. Perubahan perilaku yang unik menurutku. Ya, dia jadi lebih lengket sama
bapaknya. Di satu sisi, aku bersyukur karena sebelumnya dia hanya bersedia
dipeluk bapaknya kala demam saja. Semuanya selalu ibu. Di sisi lain, repot juga
ternyata kalau tiap tidur minta dikelonin dan baru buka pintu saja dia sudah
mengejarku dan bertanya, "Papi mau kemana?"
Tapi bagaimana pun, momen seperti inilah yang mesti disyukuri
dan dimanfaatkan. Untuk apa? Pertama untuk mengoptimalkan peran kita sebagai
ayah dan kedua untuk bisa lebih efektif menanamkan nilai kebaikan bagi Si Buah
hati (ehmm... dah kayak pakar parenting belum?).
Optimalisasi Peran Ayah
Sebagai kepala keluarga, wajar seorang ayah menjadi pusat
perhatian semua anggota keluarga. Terlebih bagi Sang Anak. Jika di mata istri
wibawanya bisa saja turun naik seiring fluktuasi besaran setoran per bulan, di
mata anak, ayah adalah segalanya. Dia lah role model pertama yang dijadikan
acuan hampir dalam segala hal.
Karenanya, sangat penting untuk memperlihatkan contoh-contoh
baik untuk dijadikan acuan sikap bagi anak. Pun karena nyatanya ada saja hal
tak baik dari perilaku kita, sebisanya harus ada penjelasan agar anak tidak
turut mencontoh perilaku tak baik tersebut.
Dalam hal transfer nilai tersebut, sangatlah tak mungkin jika
kita minim momen dengan Si Kecil. Saya tulis momen ya.. bukan waktu. Tak bisa
dipungkiri kebanyakan ayah jaman now menghabiskan setengah waktunya, bahkan
lebih untuk bekerja atau usaha di luar rumah. Jika waktu bersama itu agak sulit
untuk dijadwalkan, minimal, momen kebersamaan yang berkualitas itu haruslah
ada.
Tapi kan sekarang ada telefon bahkan vidcall? Sayangnya, bukan
sekedar kontak-kontakan, anak juga butuh kontak fisik atau sentuhan. Bahkan
jika perlu, peluklah dia. Pelukan dapat merangsang hormon oksitosin atau hormon
cinta biar anak kita tidak keras hati dan "merekedeweng".
Optimalisasi Penanaman Nilai
Masih terkait dengan peran ayah di atas. Satu hal yang spesial adalah
fakta adanya beberapa nilai penting yang tak bisa secara optimal diajarkan oleh
seorang ibu. Kepemimpinan, kemandirian, tanggung jawab, dan kematangan, adalah
beberapa nilai yang harusnya ditanamkan oleh Sang Ayah pada Si Kecil.
Harusnya, ya. Maksudnya, bukan berarti seorang ibu tak mampu
untuk mengajarkan hal-hal tersebut pada anak. Bahkan di situasi khusus ada juga
sosok ibu yang mampu memerankan peran lebih dari seorang ayah. Namun, pada
dasarnya, nilai-nilai yang disebut di atas akan lebih cocok dan tepat jika
diperankan oleh Sang Ayah yang memang ditakdirkan sebagai kepala keluarga, dan
penanggung jawab penuh akan lajunya bahtera rumah tangga.
Kembali ke gemiricik hujan di awal, seiring cuaca yang kurang
cocok untuk jalan-jalan terlebih di kondisi dompet yang masih kemarau ini, tepat sekali untuk kita
bisa lebih banyak menghabiskan waktu dengan Si Kecil. Ingat, peran kita bukan
sekedar pemenuh kebutuhan materi atau penyedia mainan saat anak merengek saja,
tapi tak ada saat dia bertanya kenapa rina nose lepas jilbab? Eh..
Ya.. Semoga saja dengan banyaknya momen-momen kebersamaan
berkualitas antara ayah dan anak, anak kita bisa tumbuh sesuai dengan apa yang
kita citakan.
Dikutip dari FB Andris Susanto
Komentar
Posting Komentar